
9 pesepeda melakukan
turing dengan mobil pendukung (supported
touring). Mereka adalah perwakilan dari Bike to Campus, Greeners, dan
perwakilan sponsor perjalanan. Tim juga dibantu seorang pendukung, Cucu Hambali
(Kang Cuham) yang bertugas membantu tim dari dalam mobil, dan terkadang ikut
bersepeda menggantikan tim yang melakukan tugas tertentu.
![]() |
Penanaman pohon di Jombang |
Perjalanan yang
didukung Deputi VI bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Kementrian
Lingkungan Hidup ini juga mencakup pertemuan dengan komunitas sepeda dan
lingkungan di beberapa kota yang dilalui. Di luar 9 kota tersebut, tim bermalam
di Wangon, Purwodadi, Gilimanuk, dan Tabanan sesuai rencana perjalanan untuk
keperluan istirahat.
Perjalanan dimulai
dengan “pemanasan” melahap jalur Puncak pada hari Sabtu. Kombinasi kemacetan
dan tanjakan berhasil menguras fisik tim, mengakibatkan Pacet sebagai tempat
tujuan baru bisa dicapai pada malam hari.
Semakin hari melakukan perjalanan, ternyata kemacetan masih mewarnai perjalanan
hingga Jawa Tengah bagian barat. Di wilayah Puncak ini pertemuan dengan
Komunitas Hulu Ciliwung mengungkap perlunya pemetaan yang jelas terhadap tata
ruang kawasan Puncak.
![]() |
Lumpur Lapindo |
Hari-hari berikutnya perjalanan
masih diwarnai kemacetan dan tanjakan, walau tanjakan yang dihadapi tidak
seberat etape pertama, namun kontur perbukitan Jawa Barat masih menyisakan
beberapa tanjakan seperti di Citatah, Cicalengka, Malangbong, dan Lumbir di
Jawa Tengah.
Kemacetan yang
dihadapi bertambah akibat rusaknya jembatan Comal di jalur utara menyebabkan
berpindahnya jalur perjalanan truk pengangkut berukuran besar dari jalur utara
ke jalur selatan yang dilalui tim. Fakta ini kami dapat saat kami berdiskusi
dengan komunitas sepeda di Tasikmalaya di Gedung Telkom yang difasilitasi
Telkom Cycling Club (TCC) dan dihadiri 6 komunitas sepeda lainnya. Selain belum
berfungsi penuhnya jembatan Comal, kelangkaan BBM yang juga terjadi menyebabkan
SPBU sepanjang jalur Jawa Tengah bagian barat hingga Yogyakarta menjadi titik
pusat kemacetan baru yang harus kami hadapi.
![]() |
TN Baluran |
Kemacetan itu sedikit
berkurang saat tim membelokkan perjalanan menuju jalur Daendels mendekati
pantai selatan Jawa Tengah. Namun hilangnya kemacetan itu harus dibayar dengan
angin yang cukup kencang, walau tidak sekencang yang diantisipasi sebelumnya.
Perjalanan pun masih dilalui dengan kecepatan rendah, dengan jarak 120
kilometer, perjalanan Wangon – Purwodadi diselesaikan tim sekitar pukul delapan
malam. Hampir sama dengan saat kami melakukan etape pertama dengan lintasan
yang menanjak dan macet.
Kecepatan baru
meningkat pada etape pendek Purwodadi – Yogyakarta dan setelah istirahat satu
hari penuh di Yogyakarta. Tanjakan yang sudah sedikit kami jumpai, kemacetan
yang mulai menghilang, dan fisik yang sempat beristirahat menyebabkan kami
dapat meningkatkan kecepatan, walau belum optimal untuk turing dan pendataan
masalah lingkungan. Kurangnya persiapan fisik dan kerjasama tim menjadi
penyebab kecepatan tidak optimal sepanjang perjalanan turing ini.

Beberapa obyek juga
menjadi target kunjungan tim. Lokasi semburan lumpur Lapindo di Porong,
Sidoarjo adalah salah satunya. Tidak tuntasnya penyelesaian masalah, serta
matinya kehidupan warga sekitar menyebabkan tim rela membelokkan perjalanan
untuk mengunjungi bendung yang baru-baru ini gagal membendung naiknya permukaan
lumpur.

Perjalanan kami
berakhir di pulau Bali. Di pulau Dewata ini, Suriadi Darmoko, pegiat Forum
Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) memaparkan potensi kerusakan yang akan
terjadi jika reklamasi teluk Benoa dilakukan kepada tim Greeners dan komunitas
sepeda di Bali.

(Goestarmono, dimuat di Back2boseh Pikiran Rakyat, 14 September 2014)