Tweet awal tagar #quaxing |
Apa yang ada di benak masyarakat jika ditanya
tentang pusat perbelanjaan? Umumnya terbayang sebuah bangunan besar dengan
banyaknya kios atau stand pedagang. Pendukung kegiatan perbelanjaan itu juga
diwarnai dengan transportasi yang boleh dibilang kusut. Pusat perbelanjaan
umumnya menjadi pusat kemacetan dan solusi yang dibayangkan oleh pengelolanya
atau pengelola transportasi adalah meningkatkan jumlah area parkir untuk
kendaraan bermotor untuk memfasilitasi pengunjung.
Quaxing dengan Cargobike |
Sebuah tren baru di dunia maya hadir dalam
bentuk tagar #quaxing dan sempat menjadi trending
topic di media sosial Twitter. Tagar ini umumnya diikuti dengan gambar
pelaku transportasi berkelanjutan seperti berkendaraan umum, berjalan kaki,
atau bersepeda dengan barang belanjaan dalam jumlah yang cukup banyak. Tagar
#quaxing ini dikirim dari berbagai belahan dunia, walaupun kebanyakan berasal
dari dunia barat.
Ada apa di balik tagar #quaxing? Tagar itu
berasal dari nama anggota dewan pemerintah daerah Auckland, Dick Quax. Awal
tahun ini Quax terlibat debat dengan Luke Christensen, seorang perencana
transportasi dan desain kota, serta seorang pengguna lainnya, Bryce Pearce.
Saat itu Luke memuji tentang penggunaan panel
surya di salah satu mal di pinggiran kota Auckland, dan menyarankan untuk
menyambungkan transportasi publik sebagai upaya untuk meningkatkan keramahan
lingkungan mal tersebut. Dick Quax menyambut cuitan itu dengan mengatakan
berbelanja menggunakan kendaraan umum adalah ide yang aneh. Saat itulah Pearce
menyambut dengan mengatakan ia biasa berbelanja mingguan dengan menggunakan
sepeda. Membaca cuitan Pearce, Quax menyindirnya dengan mengatakan hal itu bisa
menjadi kampanye iklan bir.
Dick Quax |
Rupanya Dick Quax masih terjebak dengan pola
pikir berbelanja hanya bisa dilakukan dengan mobil. Studi yang dilakukan di
Eropa membuktikan sebaliknya. Seandainya ada akses untuk transportasi lain, mayoritas
konsumen menggunakan transportasi umum untuk berbelanja. Di Bristol, Inggris
dan Graz, Austria ternyata pengusaha terlalu menganggap penting konsumen
bermobil sehingga menyediakan tempat parkir mobil yang akhirnya lowong,
sementara mayoritas konsumen berbelanja dengan kendaraan umum.
Quaxing dengan kereta api (@urbanexploreAKL) |
Memang fakta itu terjadi karena di Eropa dan
negara maju umumnya transportasi publik dan desain kota memungkinkan warga kota
tidak menggunakan atau bahkan tidak memiliki kendaraan bermotor. Ini
diungkapkan James Herbeck, blogger Kanada yang menggunakan kendaraan umum saat
bepergian di luar Kanada dan tidak memiliki kendaraan bermotor. Memang untuk
bepergian ke luar kota di Selandia Baru ia masih mengalami kesulitan hingga
akhirnya menyewa mobil, namun menurutnya untuk warga kota, hal itu bukanlah hal
yang sulit dilakukan.
Quaxing (twitter.com) |
Tak ayal cuitan Dick Quax itu dibalas netizen
Auckland hingga akhirnya bulan lalu sebuah akun Non-Motorist, sebuah akun
tentang transportasi Auckland membuat cuitan tentang tagar #quaxing. Di cuitan
itu akun tersebut membuat definisi tagar #quaxing adalah “berbelanja di dunia
barat dengan berjalan kaki, bersepeda, atau berkendaraan umum”.
Siapa sebenarnya Dick Quax? Ia sebenarnya
memiliki latar belakang atletis yang kuat. Anggota tim olimpiade Selandia Baru
di Olimpiade Montreal tahun 1976 ini pada akhir karirnya memegang rekor
Selandia Baru untuk nomor lari 5.000 meter dan marathon serta sempat memegang
rekor dunia untuk 5.000 meter. Ia juga lahir di Belanda, negara dengan rasio
pemakaian sepeda tertinggi di dunia. Ia bermigrasi ke Selandia Baru tahun
1950-an dan menjadi warga negara Selandia Baru tahun 1969.
Kontroversi memang mempunyai dua sisi.
Perisakan terhadap Dick Quax memang kurang baik dari sisi etika, namun tanpa
kontroversi itu sedikitnya suara pelaku transportasi berkelanjutan yang tidak
banyak diketahui atau bahkan diabaikan oleh perencana kota dan pelaku usaha
akhirnya tersuarakan. Tagar dan kata #quaxing dapat menjelaskan suatu kegiatan
berbelanja dengan tranportasi berkelanjutan hingga ditemukan satu kata lain
yang lebih cocok, atau kata itu hilang karena mayoritas konsumen berbelanja
dengan transportasi berkelanjutan.
Tempat parkir di pusat perbelanjaan |
Bagaimana dengan di Indonesia? Gambaran pusat
perbelanjaan seperti mal, pasar, ruko, dan lain-lain masih bersinonim dengan
kemacetan, kesulitan mencari lahan parkir. Apakah kita dapat beralih
menggunakan transportasi berkelanjutan seperti berkendaraan umum, bersepeda,
atau untuk jarak dekat berjalan kaki, dan membuktikan pada Dick Quax dan orang
yang berpandangan sama bahwa kegiatan sehari-hari dapat dilakukan dengan
transportasi berkelanjutan?
(Goestarmono)
No comments:
Post a Comment