Keberhasilan balap
sepeda Inggris hasil prinsip pencapaian kecil Sir Dave Brailsford dari pondasi
yang dibentuk Peter Keen tidak hanya berdampak pada kegiatan sepeda kompetitif.
Kepopuleran Bradley Wiggins dan Chris Froome setelah kemenangan di Tour de
France dan atlet balap sepeda Inggris di disiplin lain berdampak juga pada gaya
hidup orang Inggris pada umumnya.
Prestasi balap
sepeda Inggris di dekade 2010-an banyak menginspirasi masyarakat negara tuan
rumah Olimpiade 2012 itu. Olahraga sepeda, terutama sepeda jalan raya meningkat
jumlah penggemarnya. Salah satu segmen yang mulai gemar bersepeda jalan raya
adalah pria paruh baya dari kelas ekonomi menengah atas. Pria berumur 30 hingga
40 tahun yang sebelumnya menggemari hobi otomotif mulai beralih ke sepeda.
Tentu saja tren
peniruan idola sepeda dimulai dari tampilan fisik. Pakaian seperti jersey tim
profesional, sepatu, helm, hingga sepeda kelas profesional seperti Pinarello yang
digunakan tim Sky laku keras. Fenomena ini ditangkap Michael Oliver, peneliti
pemasaran dari Mintel yang melaporkan adanya peningkatan pesepeda pada segmen
tersebut, dan mempopulerkan terminologi Middle
Aged Men in Lycra (MAMIL) atau lelaki paruh baya berpakaian lycra, pakaian
yang biasa digunakan atlet balap sepeda yang menempel ketat pada badan
pembalap. Kata Mamil kini bahkan sudah termasuk dalam kamus bahasa Inggris
terbitan Collins.
Apa yang membuat demam sepeda jalan raya hingga lelaki Inggris
tergila-gila dengan pakaian ketat dan ritual lain pembalap sepeda profesional
seperti mencukur bulu kaki dan meninggalkan hobi kendaraan bermotornya?
Selain prestasi
balap sepeda Inggris ada faktor lain yang membuat warga Inggris demam olahraga
sepeda. Sepeda jalan raya tahun 2010-an lebih mudah dikendarai dan lebih nyaman
dibandingkan pendahulunya. Shifter yang sudah menyatu dengan tuas rem membuat
tangan pesepeda tidak meninggalkan stang saat memindahkan gigi transmisi.
Demikian pula rangka sepeda dengan teknologi yang maju dengan bobot yang
ringan, aerodinamika, atau peredaman guncangan jalan.
Panitia kegiatan
sepeda pun mulai melirik segmen ini, kegiatan paket liburan bersepeda banyak
ditawarkan di seluruh belahan dunia. Balap sepeda terkemuka Tour de France pun
menawarkan paket bersepeda mengikuti rute lomba tersebut. Di luar kegiatan tur,
atau lomba, penggemar sepeda jalan raya juga sering melakukan group ride atau gowes bareng. Gowes
bareng ini sering berjalan dalam kecepatan tinggi walau tidak setinggi kecepatan
para pembalap profesional. Selain peralatan yang dibelinya, pesepeda ini juga
memamerkan hasil latihan yang seringkali merupakan hasil konsultasi dengan
pelatih profesional.
Bagaimana dengan di
Indonesia? Tren yang terjadi di dunia menular ke tanah air, tidak terkecuali
tren sepeda jalan raya. Di kota Bandung, group
ride klasik yang sudah berjalan lama seperti group ride selasa pagi yang dimulai di jalan Nyland, atau group ride yang dikoordinir tim BHHH2
tetap berjalan dengan peserta yang meningkat, selain itu banyak pula group ride baru yang bermunculan. Di
kota lain seperti Surabaya, group ride
serupa juga sering dilakukan, salah satu pesertanya adalah Azrul Ananda,
komentator balap Formula 1 di televisi yang rata-rata bersepeda 400 kilometer
seminggu dalam kecepatan rata-rata di atas 27 kilometer per jam.
Tren Mamil ini juga
menular ke kaum hawa. Pahlawan sepeda wanita seperti Victoria Pendleton, Lizzie
Armitstead, hingga downhiller Rachel
Atherton menginspirasi ibu-ibu di Britania Raya menjadi Middle Aged Mums in Lycra.
Apakah tren ini
akan berjalan terus? Seperti halnya tren sepeda gunung tahun 1990-an dan fixed gear tahun 2000-an, diprediksi
beberapa pehobi baru ini akan berhenti bersepeda untuk menekuni hobi lain.
Walau begitu tren ini akan menyisakan penambahan jumlah pesepeda dan berperan
untuk memperkenalkan masyarakat luas ke dunia sepeda.
(Goestarmono)