Friday, December 30, 2016

Pria Paruh Baya berpakaian Lycra

Keberhasilan balap sepeda Inggris hasil prinsip pencapaian kecil Sir Dave Brailsford dari pondasi yang dibentuk Peter Keen tidak hanya berdampak pada kegiatan sepeda kompetitif. Kepopuleran Bradley Wiggins dan Chris Froome setelah kemenangan di Tour de France dan atlet balap sepeda Inggris di disiplin lain berdampak juga pada gaya hidup orang Inggris pada umumnya.

Prestasi balap sepeda Inggris di dekade 2010-an banyak menginspirasi masyarakat negara tuan rumah Olimpiade 2012 itu. Olahraga sepeda, terutama sepeda jalan raya meningkat jumlah penggemarnya. Salah satu segmen yang mulai gemar bersepeda jalan raya adalah pria paruh baya dari kelas ekonomi menengah atas. Pria berumur 30 hingga 40 tahun yang sebelumnya menggemari hobi otomotif mulai beralih ke sepeda.

Tentu saja tren peniruan idola sepeda dimulai dari tampilan fisik. Pakaian seperti jersey tim profesional, sepatu, helm, hingga sepeda kelas profesional seperti Pinarello yang digunakan tim Sky laku keras. Fenomena ini ditangkap Michael Oliver, peneliti pemasaran dari Mintel yang melaporkan adanya peningkatan pesepeda pada segmen tersebut, dan mempopulerkan terminologi Middle Aged Men in Lycra (MAMIL) atau lelaki paruh baya berpakaian lycra, pakaian yang biasa digunakan atlet balap sepeda yang menempel ketat pada badan pembalap. Kata Mamil kini bahkan sudah termasuk dalam kamus bahasa Inggris terbitan Collins.

Apa yang membuat demam sepeda jalan raya hingga lelaki Inggris tergila-gila dengan pakaian ketat dan ritual lain pembalap sepeda profesional seperti mencukur bulu kaki dan meninggalkan hobi kendaraan bermotornya?

Selain prestasi balap sepeda Inggris ada faktor lain yang membuat warga Inggris demam olahraga sepeda. Sepeda jalan raya tahun 2010-an lebih mudah dikendarai dan lebih nyaman dibandingkan pendahulunya. Shifter yang sudah menyatu dengan tuas rem membuat tangan pesepeda tidak meninggalkan stang saat memindahkan gigi transmisi. Demikian pula rangka sepeda dengan teknologi yang maju dengan bobot yang ringan, aerodinamika, atau peredaman guncangan jalan.

Panitia kegiatan sepeda pun mulai melirik segmen ini, kegiatan paket liburan bersepeda banyak ditawarkan di seluruh belahan dunia. Balap sepeda terkemuka Tour de France pun menawarkan paket bersepeda mengikuti rute lomba tersebut. Di luar kegiatan tur, atau lomba, penggemar sepeda jalan raya juga sering melakukan group ride atau gowes bareng. Gowes bareng ini sering berjalan dalam kecepatan tinggi walau tidak setinggi kecepatan para pembalap profesional. Selain peralatan yang dibelinya, pesepeda ini juga memamerkan hasil latihan yang seringkali merupakan hasil konsultasi dengan pelatih profesional.

Bagaimana dengan di Indonesia? Tren yang terjadi di dunia menular ke tanah air, tidak terkecuali tren sepeda jalan raya. Di kota Bandung, group ride klasik yang sudah berjalan lama seperti group ride selasa pagi yang dimulai di jalan Nyland, atau group ride yang dikoordinir tim BHHH2 tetap berjalan dengan peserta yang meningkat, selain itu banyak pula group ride baru yang bermunculan. Di kota lain seperti Surabaya, group ride serupa juga sering dilakukan, salah satu pesertanya adalah Azrul Ananda, komentator balap Formula 1 di televisi yang rata-rata bersepeda 400 kilometer seminggu dalam kecepatan rata-rata di atas 27 kilometer per jam.

Tren Mamil ini juga menular ke kaum hawa. Pahlawan sepeda wanita seperti Victoria Pendleton, Lizzie Armitstead, hingga downhiller Rachel Atherton menginspirasi ibu-ibu di Britania Raya menjadi Middle Aged Mums in Lycra.

Apakah tren ini akan berjalan terus? Seperti halnya tren sepeda gunung tahun 1990-an dan fixed gear tahun 2000-an, diprediksi beberapa pehobi baru ini akan berhenti bersepeda untuk menekuni hobi lain. Walau begitu tren ini akan menyisakan penambahan jumlah pesepeda dan berperan untuk memperkenalkan masyarakat luas ke dunia sepeda.


(Goestarmono)

No comments:

Post a Comment