Ancaman pemanasan
global dan habisnya bahan bakar fosil semakin nyata di hadapan kita. Salah satu
solusi dari masalah itu adalah penggunaan energi terbarukan, terutama dalam
pembangkitan energi listrik. Saat ini terjadi peningkatan instalasi pembangkit
listrik dari energi terbarukan. Negara-negara di Eropa, Amerika Utara, China,
dan India berlomba-lomba mendirikan pembangkit listrik dari energi terbarukan
menggantikan pembangkit berbahan bakar fosil.
Salah satu tonggak
keberhasilan sudah tercapai di tahun 2015. Untuk pertama kalinya dalam sejarah
kapasitas pembangkitan listrik dari energi terbarukan menyusul kapasitas
pembangkit batubara. Data itu diungkap International Energy Agency (IEA) dalam Medium Term Renewable Market Report
baru-baru ini. Laporan IEA memaparkan peningkatan 15% kapasitas menjadi 153 GW
dari tahun sebelumnya yang antara lain terdiri dari 66 GW energi angin dan 49
GW energi matahari di samping energi terbarukan lainnya.
Perlu sudut pandang
berbeda dalam menyikapi hal ini. Berbeda dengan pembangkit listrik berbahan
bakar fosil yang bisa memproduksi listrik pada kapasitasnya sepanjang waktu,
pembangkitan listrik dari energi terbarukan lebih banyak memproduksi di bawah
kapasitas seperti malam hari untuk panel surya, atau saat angin berhembus lemah
untuk pembangkit bertenaga angin.
Tonggak berikutnya
adalah saat produksi listrik dari energi terbarukan bisa menyaingi produsksi
yang dibangkitkan bahan bakar fosil. Untuk mencapai hal itu IEA meramalkan
peningkatan 13% kapasitas terpasang dalam jangka waktu tahun 2015 hingga 2021.
Rasio produksi diharapkan meningkat menjadi 28% dari 23% dalam jangka waktu
yang sama. Pada waktu itu diharapkan biaya pembangkitan listrik tenaga matahari
turun seperempatnya, dan terjadi penurunan 15% untuk pembangkitan tenaga angin onshore.
Beberapa negara
seperti Amerika Serikat, China, India, dan Meksiko dinilai mempunyai kebijakan
yang mendukung energi terbarukan. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia
memiliki Peraturan Presiden №5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan
Peraturan Pemerintah №79 tahun 2014 yang menuntut peningkatan peran energi
terbarukan dalam penyediaan energi nasional. Jika di PerPres №5/2006 energi
terbarukan mendapat target porsi 17% di tahun 2025, maka pada PP №79/2014
target ini meningkat menjadi 23% dan diharapkan meningkat menjadi 31% di tahun
2050. Bagaimana dengan realisasinya? Setelah 10 tahun target dicanangkan saat
ini bauran energi mencapai 11% dari energi yang dibangkitkan.
Mampukah Indonesia
bersama dengan negara lain mengurangi penggunaan energi fosil bagi kelangsungan
bumi ini?
(Goestarmono)
No comments:
Post a Comment