Friday, January 6, 2017

Kapasitas Pembangkitan Listrik Energi Terbarukan Menyusul Batubara

Ancaman pemanasan global dan habisnya bahan bakar fosil semakin nyata di hadapan kita. Salah satu solusi dari masalah itu adalah penggunaan energi terbarukan, terutama dalam pembangkitan energi listrik. Saat ini terjadi peningkatan instalasi pembangkit listrik dari energi terbarukan. Negara-negara di Eropa, Amerika Utara, China, dan India berlomba-lomba mendirikan pembangkit listrik dari energi terbarukan menggantikan pembangkit berbahan bakar fosil.

Salah satu tonggak keberhasilan sudah tercapai di tahun 2015. Untuk pertama kalinya dalam sejarah kapasitas pembangkitan listrik dari energi terbarukan menyusul kapasitas pembangkit batubara. Data itu diungkap International Energy Agency (IEA) dalam Medium Term Renewable Market Report baru-baru ini. Laporan IEA memaparkan peningkatan 15% kapasitas menjadi 153 GW dari tahun sebelumnya yang antara lain terdiri dari 66 GW energi angin dan 49 GW energi matahari di samping energi terbarukan lainnya.

Perlu sudut pandang berbeda dalam menyikapi hal ini. Berbeda dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang bisa memproduksi listrik pada kapasitasnya sepanjang waktu, pembangkitan listrik dari energi terbarukan lebih banyak memproduksi di bawah kapasitas seperti malam hari untuk panel surya, atau saat angin berhembus lemah untuk pembangkit bertenaga angin.

Tonggak berikutnya adalah saat produksi listrik dari energi terbarukan bisa menyaingi produsksi yang dibangkitkan bahan bakar fosil. Untuk mencapai hal itu IEA meramalkan peningkatan 13% kapasitas terpasang dalam jangka waktu tahun 2015 hingga 2021. Rasio produksi diharapkan meningkat menjadi 28% dari 23% dalam jangka waktu yang sama. Pada waktu itu diharapkan biaya pembangkitan listrik tenaga matahari turun seperempatnya, dan terjadi penurunan 15% untuk pembangkitan tenaga angin onshore.

Beberapa negara seperti Amerika Serikat, China, India, dan Meksiko dinilai mempunyai kebijakan yang mendukung energi terbarukan. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia memiliki Peraturan Presiden №5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Peraturan Pemerintah №79 tahun 2014 yang menuntut peningkatan peran energi terbarukan dalam penyediaan energi nasional. Jika di PerPres №5/2006 energi terbarukan mendapat target porsi 17% di tahun 2025, maka pada PP №79/2014 target ini meningkat menjadi 23% dan diharapkan meningkat menjadi 31% di tahun 2050. Bagaimana dengan realisasinya? Setelah 10 tahun target dicanangkan saat ini bauran energi mencapai 11% dari energi yang dibangkitkan.

Mampukah Indonesia bersama dengan negara lain mengurangi penggunaan energi fosil bagi kelangsungan bumi ini?


(Goestarmono)

No comments:

Post a Comment