Formula E |
Penggemar olahraga bermotor sudah tidak asing dengan nama
Alain Prost, Nick Heidfeld, dan Michael Andretti. Selain nama-nama tokoh itu
juga, nama perusahaan seperti Renault, Williams, dan McLaren juga sudah tak
asing lagi. Nama-nama itu biasanya terlibat dalam balap mobil terutama Formula
1. Ajang jet darat dengan mesin meraung itu telah membesarkan nama mereka.
Tapi ada yang berbeda di musim balap 2014-2015 ini. Di musim
yang baru berakhir 28 Juni 2015 lalu, nama-nama itu terlibat dalam kompetisi
balap mobil ini jenis baru, Formula E. Berbeda dengan Formula 1, Formula E
adalah balapan mobil yang digerakkan dengan listrik. Raungan mesin pembakaran
internal digantikan dengan bunyi motor listrik yang lebih senyap. Minimnya
kebisingan membuat balapan ini dapat diselenggarakan di kota, dekat dengan
pemukiman penduduk.
Saat ini Formula 1 memang sedang mengalami masalah dengan
berkurangnya penonton. Jauhnya sirkuit dari kota menjadi salah satu
penyebabnya. Selain itu juga kemacetan dan mahalnya harga bahan bakar membuat
generasi muda kurang melihat kaitan antara Formula 1 dan kehidupan sehari-hari
mereka.
Berbeda dengan Formula 1, kebisingan motor listrik Formula E
hanya 80 desibel, sedikit lebih bising dari mobil biasa, dan jauh lebih senyap
dari suara mesin Formula 1 yang bisa mencapai 150 desibel. Kebisingan yang
rendah ini membuat Formula E bisa diselenggarakan di kota, dekat dengan
pemukiman penduduk.
Di musim pertamanya, Formula E menggunakan sirkuit kota di
seluruh serinya, dari mulai Beijing, Buenos Aires, Monte Carlo, hingga London.
Bahkan negara tetangga, Malaysia mengadakan satu seri di ibukota negara,
Putrajaya. Diadakannya lomba di dalam kota menarik warga karena tidak membuang
waktu banyak untuk pergi ke sirkuit untuk menonton balapan.
Di musim pertamanya Formula E menggunakan mobil balap yang
dibangun oleh Spark. Mobil ini menggunakan sasis yang didesain Dallara, motor
listrik McLaren, baterai Williams, transmisi lima percepatan dari Hewland, dan
ban dari Michelin. Untuk mengisi daya baterai digunakan generator yang berbahan
bakar gliserin. Setelah sukses dengan musim pertamanya, di musim kedua, Formula
E membuka peluang tim untuk mengembangkan beberapa komponen sendiri, seperti
motor listrik, inverter, girboks, dan sistem pendingin.
Keterlibatan tim balap dengan dana riset raksasa ini tentu
mendorong kemajuan teknologi yang dapat digunakan untuk transportasi ramah
lingkungan. Saat ini, keterbatasan teknologi, terutama pada baterai masih
menghambat penggunaan kendaraan listrik secara massal.
Keterbatasan ini juga dialami mobil Formula E. Keterbatasan
baterai membuat pembalap Formula E mengganti mobilnya saat melakukan pit stop.
Saat ini teknologi isi ulang baterai masih belum cukup cepat untuk keperluan
lomba, sementara untuk melakukan penggantian baterai dengan daya 28 kWh
berbahaya jika dilakukan dengan terburu-buru. Penggantian mobil belum tentu
berdampak buruk bagi Formula E, beberapa penggemar ternyata menyukai
penggantian mobil dalam lomba Formula E.
Isu pemanasan global dan menipisnya cadangan minyak bumi
memaksa kita untuk memikirkan opsi lain dari transportasi yang kita gunakan.
Formula E dengan dukungan penelitian dan tim yang ikut serta bisa menjadi
lokomotif pengembangan hal itu.
(Goestarmono, dimuat di Greeners.co, 6 Juli 2015)
No comments:
Post a Comment