Sean Kelly, pemenang Paris-Roubaix 1984 (foto: Aaron Cripps) |
Buruknya infrastruktur jalan di suatu daerah
umumnya menjadi aib bagi warga atau pemerintah daerah tersebut. Tapi bagaimana
jika sejarah dan ajang olahraga bisa membalikkan aib tersebut menjadi legenda
dalam ajang lomba sepeda. Paris-Roubaix, sebuah lomba yang berlangsung tiap
musim semi mendapat julukan “Neraka di Utara”, dan menjadi lomba yang ditunggu
penggemar sepeda.
Paris-Roubaix kembali diadakan tanggal 10
April ini. 120 tahun yang lalu, Theodore Vienne dan Maurice Perez, pengusaha
tekstil dari Roubaix, sekarang pinggir kota Lille, Perancis ingin mempromosikan
Velodrome yang mereka bangun serta mempromosikan Roubaix sebagai tujuan wisata
dan membangkitkan ekonomi kota. Kedua orang ini menghubungi Paul Rousseau,
direktur koran Le Velo, yang juga
menyelenggarakan lomba Bordeaux-Paris yang terkenal saat itu.
Salah satu sektor jalan berbatu di Paris-Roubaix (foto: Road Cycling UK) |
Sebenarnya balapan ini hampir tidak terlaksana
seandainya Vienne dan Perez gagal memberi akomodasi yang baik untuk Victor
Breyer. Breyer, yang diutus Rousseau untuk mensurvei lintasan lomba sebenarnya
sudah memutuskan untuk membatalkan lomba ini karena beratnya medan lomba. Ia tiba
di Roubaix dalam keadaan lelah yang teramat sangat dengan badan yang dikotori
lumpur. Jamuan dari tuan rumah di Roubaix lah yang membuatnya berubah pikiran.
Walaupun saat ini rute Paris-Roubaix dikenal dengan kondisi lintasannya yang
buruk, sebenarnya pada tahun-tahun awal lomba hal itu dinilai wajar. Kondisi
permukaan jalan berbatu (cobblestone)
memang menjadi permukaan jalan terbaik yang digunakan di seluruh dunia, bahkan
untuk jalan utama di negara maju sekalipun.
John Degenkolb, juara Paris-Roubaix 2015 (foto: Roberto Bettini) |
Julukan “Neraka di Utara” mulai disematkan
kepada Paris-Roubaix setelah Perang Dunia I. Tahun 1919, selepas Perang Dunia
I, panitia ingin menghidupkan kembali Paris-Roubaix. Dengan kondisi
telekomunikasi yang hancur, panitia dari Paris bahkan tidak tahu jika kota
Roubaix masih ada atau hancur total akibat perang. Tim survei yang
diberangkatkan untuk merintis lomba menemukan kondisi jalur lomba hancur akibat
perang. Pohon yang terbakar, bau bangkai ternak yang membusuk, serta lubang
bekas pengeboman dan mortir menjadi pemandangan yang semakin mewarnai
perjalanan mereka semakin mendekati Roubaix. Walau begitu, lomba di tahun 1919
ini tetap dilaksanakan dengan keadaan lintasan pasca perang yang sangat buruk.
Tabrakan di Paris-Roubaix 2014 (foto: Road Cycling UK) |
Setelah Perang Dunia II, teknologi pembuatan
jalan semakin baik dan aspal mulus mulai menggantikan jalan berbatu. Walau
begitu, Paris Roubaix tetap mempertahankan ciri khasnya melalui jalanan berbatu
hingga di tahun 1960-an pemerintah daerah yang dilalui Paris-Roubaix mulai
mengaspal rute lomba. Albert Bouvet, ketua panitia lomba saat itu tidak
menyukainya. Baginya lomba yang berlangsung di aspal mulus berlangsung monoton
dengan hasil yang ditentukan oleh sprint massal. Di sisi lain, pemerintah
daerah yang dilalui merasa malu karena lomba ini seakan memamerkan buruknya
infrastruktur jalan.
John Degenkolb, juara Paris-Roubaix 2015 dengan piala batu jalanan (foto: Cycling Weekly) |
Bouvet akhirnya mendirikan Les Amis de Paris-Roubaix (teman
Paris-Roubaix) yang bertujuan mencari dan merawat jalanan berbatu yang tersisa.
Memang jalan berbatulah yang membuat Paris-Roubaix mendapat tempat khusus di
hati penggemar balap sepeda. Tugas Teman Paris-Roubaix pun bertambah karena
banyak penggemar lomba ini yang mencongkel batuan jalan (sette) untuk dijadikan cendera mata.
Buruknya lintasan lomba pun membuat sepeda
yang digunakan di lomba ini menarik untuk diamati. Hanya di lomba inilah,
pembalap sepeda jalan raya menggunakan sepeda yang dirancang untuk kenyamanan
dan peredaman guncangan. Salah satu dari komponen yang dibuat khusus untuk
Paris-Roubaix yang terkenal adalah penggunaan suspensi depan Rockshox oleh Greg
Lemond tahun 1991. Bianchi dan Clark-Kent mengeluarkan sepeda bersuspensi ganda
di tahun 1994. Kegagalan sepeda suspensi ganda di lomba tahun 1994 ini
mengakhiri penggunaan suspensi aktif di Paris-Roubaix dan lomba balap sepeda
profesional. Tahun 2005, pabrikan sepeda Trek membuat purwarupa sepeda dengan
suspensi belakang yang digunakan oleh Viatcheslov Ekimov. Saat ini sepeda yang digunakan
di lomba ini dengan suspensi aktif adalah Pinarello Dogma KS-8 yang digunakan
tim Sky. Umumnya pabrikan sepeda menggunakan suspensi pasif berupa material
serat karbon yang didesain fleksibel.
Di antara kemudahan dan kemajuan infrastruktur
jalan, Paris-Roubaix mendapat tempat di kalangan penggemar sepeda. Sebagai
lomba yang monumental, ia juga menjadi pengingat bahwa Perancis Utara sempat
hancur akibat perang. Selain itu, ia juga menjadi saksi bisu bagaimana jalanan
di masa abad 19 dibuat.
(Goestarmono)
No comments:
Post a Comment