Friday, June 10, 2016

SunTour, Inovator yang Tenggelam

Inovasi adalah nyawa dari sebuah perusahaan. Begitu pula dengan perusahaan yang bergerak di bidang sepeda. SunTour adalah salah satu perusahaan tersebut. Nama SunTour terangkat, dan terhempas, karena inovasi yang dilakukan, dan tidak dilakukannya.

Berawal dari Maeda Iron Works yang membuat sproket dan freewheel sepeda sejak 1912, nama SunTour hadir dalam bentuk derailleur tahun 1956. Ide produk ini lahir saat Junzo Kawai pergi ke Eropa tahun 1949. Saat itu derailleur keluaran SunTour dan pabrikan Jepang lain masih mirip derailleur buatan Perancis seperti Simplex, Huret, atau CycloTourist.

Di tahun 1964, Nobuo Ozaki, salah seorang perekayasa SunTour membuat SunTour Grand Prix, derailleur dengan mekanisme paralel miring seperti derailleur yang beredar saat ini. Sebelum Grand Prix, derailleur yang ada menggunakan paralelogram yang tegak lurus roda. Desain yang dipatenkan ini membuat jarak antara puli penuntun derailleur dan freewheel tetap sama di segala posisi. Desain paralelogram miring ini membuat SunTour menjadi pembuat derailleur  dengan mekanisme terbaik satu-satunya hingga paten desain ini kadaluarsa di tahun 1984.

Tahun 1969, JASCA (Japan Sports Cycle Association), asosiasi yang menaungi pabrikan komponen sepeda Jepang pecah menjadi Japan Bicycle Parts Manufacturers Group (JEX) dengan SunTour sebagai salah satu anggotanya, dan Japan Bicycle Manufacturers (JBM) yang salah satu anggotanya adalah Shimano. Berbeda dengan JBM, JEX tidak memperbolehkan anggotanya yang terdiri dari Dia Compe (rem), HKK (rantai), Maeda-SunTour (derailleur dan freewheel), Nankai (rem tromol), Sugino (crank), dan Taihei (sadel) untuk bersaing dengan sesamanya dengan memproduksi komponen yang sudah menjadi spesialisasi anggota yang lain.

Di tahun 1969, SunTour juga pabrikan komponen sepeda pertama yang menggunakan transmisi terindeks, bukan cuma mengandalkan friksi seperti transmisi sepeda pendahulunya. Di tahun yang sama SunTour juga membuat hub dengan mekanisme freewheel atau saat ini dikenal dengan istilah cassette hub. Walaupun inovasi tersebut terbukti menjadi keharusan saat ini, SunTour tidak melanjutkan penjualan produk ini.

Derailleur SunTour Grand Prix
Pada awal dekade 1980-an, tren komponen sepeda adalah penggabungan komponen dalam bentuk grupset. Ini terjadi akibat perkembangan Shimano yang luar biasa dan mulai memproduksi komponen di luar derailleur, hub, dan freewheel. SunTour yang terikat aturan main JEX menggandeng sesama anggota JEX untuk menawarkan grupset, walau pengembangan yang dilakukan menjadi kurang optimal akibat banyaknya perusahaan yang terlibat.

Di dekade ini pun SunTour menjadi komponen satu-satunya untuk sepeda jenis baru yang baru mulai diproduksi massal, sepeda gunung. Ini menjadi keuntungan SunTour hingga akhirnya Shimano merilis Deore XT tahun 1983. Inovasi lain untuk sepeda gunung yang fenomenal adalah Micro Drive yang dirilis tahun 1992. Penggunaan rasio gigi yang lebih kecil membuat komponen SunTour lebih ringan dan ringkas dibanding pesaingnya. Inovasi ini pun ditiru Shimano beberapa tahun kemudian.

Grupset MicroDrive, salah satu inovasi SunTour
Di dekade 1990-an nama SunTour mulai meredup. Bermula dari harga jual produk yang lebih rendah, SunTour mengalami kesulitan dalam anggaran riset dan pengembangan. Harga jual produk SunTour lebih rendah dari pesaingnya, seperti Shimano, bahkan hingga setengah harga pesaingnya dari Eropa. Walaupun daya beli pesepeda mampu untuk membeli produk dengan kualitas SunTour dengan harga lebih tinggi. Keputusan SunTour menjual dengan harga produksi ditambah sedikit keuntungan membuat perusahaan itu tertinggal dalam riset dan pengembangan. Untuk mengkompensasi hal itu, SunTour membeli tiga lisensi paten, sistem transmisi depan dari Browning, sistem injeksi gemuk dari WTB, dan sistem pengereman dari Pedersen. Ketiga inovasi ini, walaupun canggih dan berperforma tinggi, ternyata produksinya memakan biaya tinggi dan sangat kompleks sehingga SunTour mengalami kerugian besar.

Inovasi Crank Browning yang patennya dibeli SunTour
Tahun 1990-an, semakin sedikit sepeda menggunakan komponen SunTour, hingga SunTour terbelit hutang. Di pertengahan dekade tersebut Mori Industries, Inc. yang sebelumnya membeli Sakae Ringyo membeli Maeda-SunTour dan menggabungkan kedua perusahaan tersebut. Komponen sepeda SunTour pun berangsur hilang dari peredaran hingga sama sekali hilang di tahun 2000. Saat ini merk SunTour ada dalam bentuk produk suspensi SR SunTour hasil produksi merger SunTour dan Sakae Ringyo. Sementara itu, di dunia tinggal tersisa tiga pabrikan grupset sepeda, Campagnolo, Shimano, dan pendatang baru, SRAM.


(Goestarmono)









Friday, June 3, 2016

Wanita dan Sepeda

Peserta Srikandi Inspirasi Bagi Negeri (foto: greeners.co)
Kegiatan sepeda adalah kegiatan fisik yang baik dilakukan oleh pria dan wanita. Namun sifatnya yang berada di luar ruangan dan membutuhkan fisik yang prima mengurangi niat bersepeda banyak kaum hawa. Perkembangan akhir-akhir ini berkata sebaliknya. Semakin banyak kaum wanita yang bersepeda, baik dalam kegiatan kompetitif, petualangan, rekreasi, atau utilitas transportasi sehari-hari.
Pembicaraan sepeda dan wanita di Indonesia banyak dikaitkan dengan kegiatan Srikandi Inspirasi Bagi Negeri yang digagas Bike 2 Work Indonesia. Kegiatan yang mulai dilakukan tahun 2011 ini menghadirkan pesepeda wanita yang melakukan perjalanan ratusan kilometer menjelajahi indahnya pemandangan Indonesia.

Aristi Prajwalita saat bersepeda keliling Eropa (dok. Aristi)
Selain kegiatan, individu wanita pesepeda di Indonesia juga banyak dikenal luas. Dalam kompetisi sepeda, nama seperti Nurhayati dan Risa Suseanty dikenal sebagai atlet berprestasi yang tak segan membagi ilmunya kepada sesama pesepeda, terutama pesepeda wanita. Dalam kegiatan petualangan, Aristi Prajwalita, seorang dokter yang telah melanglang buana di berbagai benua juga sudah dikenal di kalangan penghobi turing bersepeda.

Bagaimana dengan di dunia internasional? Memang di negara maju pesepeda wanita bukanlah pemandangan yang aneh. Sebagai pelaju (commuter), wanita di Belanda, Jerman, dan negara Eropa lainnya membanjiri jalanan dengan sepedanya. Di Jepang bahkan dikenal jenis sepeda mamachari, atau sepeda para ibu. Mamachari adalah sepeda dengan profil rendah dengan kemampuan membawa barang yang baik. Bukan pemandangan aneh seorang ibu membawa belanjaan dan anaknya di kursi mamachari di Jepang. Terkadang dua orang anak sekaligus dibawa tanpa kesulitan berarti dan sepeda tetap dikendarai dengan stabil tanpa membahayakan mereka dan pengguna jalan lain.
Di negara maju juga sudah tidak terhitung wanita yang berstatus legenda balap sepeda seperti Jeannie Longo dan Marianne Vos untuk balap sepeda jalan raya, atau Juliana Furtado dan Anne-Caroline Chausson untuk sepeda gunung.

Juliana Buhring, wanita pertama yang bersepeda mengelilingi dunia
Bagaimana dengan kiprah wanita dalam sepeda petualangan? Untuk hal ini kisah Juliana Buhring dapat diangkat. Dalam bukunya “Not Without My Sister” , Juliana menceritakan tentang kehidupan masa kecilnya yang ditinggalkan orang tuanya dalam sebuah sekte keagamaan. Petualangan bersepedanya diawali saat ia berusaha mengumpulkan dana untuk Safe Passage Foundation, yayasan yang ia ikuti untuk membantu anak-anak yang lahir dan dibesarkan di sekte keagamaan, kelompok terisolasi, atau berpaham ekstrem. Memulai perjalanannya di Napoli, ia menempuh perjalanan 29.000 kilometer dalam 152 hari, yang membuatnya menjadi pesepeda wanita pertama yang mengelilingi dunia menurut Guiness Book of Record. Perjalanan ini ia tuangkan dalam buku “This Road I Ride”. Setelah menyelesaikan perjalanan keliling dunia, ia mengikuti lomba Transcontinental di Eropa, dan Trans Am di Amerika. Keduanya adalah lomba melintasi benua secara mandiri tanpa dukungan selain yang dapat dibawa atau dibeli oleh masing-masing pembalap.

Maria Leijerstam, orang pertama bersepeda ke Kutub Selatan
Prestasi lain juga dicatat oleh Maria Leijerstam, seorang wanita Wales. Di akhir tahun 2013 ia menjadi orang pertama yang mencapai kutub selatan dengan sepeda. Dalam pencapaian prestasinya itu, ia mengalahkan beberapa pria yang juga mencoba melakukan hal yang sama. Saat ini ia memimpin perusahaan petualangan di Wales, negara asalnya.

Di negara berkembang, memang belum banyak tokoh pesepeda wanita. Bahkan di beberapa negara, wanita masih tabu untuk bepergian sendiri, apapun sarana transportasinya. Shannon Galpin, seorang Amerika Serikat yang selamat dari tindak kekerasan seksual saat ini berjuang untuk membuka mata dunia melalui organisasinya, Mountain2Mountain. Perjuangannya mendorong wanita di Afghanistan untuk bersepeda, termasuk mendukung tim nasional wanita Afghanistan yang ia ceritakan melalui sebuah film pendek, Afghan Cycle. Ia bahkan dinominasikan sebagai pemenang Nobel Perdamaian tahun 2016 ini.

Shannon Galpin (foto: Tony Di Zinno)
Itu dari sisi pengguna sepeda. Bagaimana dengan industri sepeda sendiri? Banyak pabrikan sepeda membuat satu lini khusus untuk produk yang dikembangkan untuk wanita, bahkan beberapa merk dibuat terpisah dari merk induknya seperti Liv untuk produk wanita dari Giant dan Juliana dari Santa Cruz. Di balik produk-produk tersebut, para wanita juga menyumbangkan buah pemikiran untuk kesuksesannya, dari mulai jajaran atas manajemen seperti Elisa Walk dari Liv, perekayasa kunci seperti Mio Suzuki, Perekayasa Analis Aerodinamika Trek, hingga pemasar dan berbagai peran lainnya di industri sepeda sudah banyak diisi kaum wanita. Bahkan saat QBP, salah satu distributor sepeda di Amerika Serikat membuka kursus untuk mekanik sepeda wanita, tidak kurang dari 300 calon peserta mendaftar dari seluruh Amerika Serikat.

Mamachari, sepeda khas Jepang
Memang dunia sepeda menawarkan kesetaraan di antara penggunanya. Salah satu kesetaraan yang dimaksud juga termasuk kesetaraan gender


(Goestarmono)