Monday, July 14, 2014

Race Across America 2015

Pippa Middleton dalam RAAM (foto: Axelle/Bauer-Griffin/GC Images)


Pippa Middleton saat memulai lomba RAAM (foto: World Entertainment News Network)
Banyak pesepeda yang menempuh jarak jauh hingga ratusan bahkan ribuan kilometer. Namun bagaimana jika melakukan balapan berjarak ribuan kilometer? Dan ini bukan balapan yang terbagi atas etape seperti Tour de France, Tour de Langkawi, Tour de Singkarak, atau balapan lain yang masuk dalam kalender UCI.

Race Across America atau disingkat RAAM adalah balapan yang berlangsung dari pantai barat dan finish di pantai timur Amerika Serikat. Berbeda dengan balapan yang masuk dalam kalender UCI, RAAM dianalogikan sebagai balap ultra marathon bersepeda. Ini karena peserta tidak dibatasi oleh pembagian waktu dan jarak dalam etape. Selain beratnya lomba akibat jarak dan sifat lomba yang nonstop, tidak adanya penutupan jalur seperti lomba balap sepeda biasa juga membuat peserta harus lebih waspada terhadap lalu lintas di jalur yang dilalui.

Juara kategori perorangan Christoph Strasser saat melintas garis finish (foto: RAAM)
Saat bendera start dikibarkan, waktu terus berjalan hingga peserta mencapai finish. Manajemen waktu istirahat, makan, dan keperluan lain diserahkan kepada peserta dan waktu yang digunakan dihitung dalam lomba. Tidak heran, juara tahun 2014, Christoph Strasser dari Austria berhasil menyelesaikan jarak 4.860,2 kilometer hanya dalam waktu 7 hari 15 jam dan 56 menit.

Siapa orang di belakang balapan “gila” ini? Adalah John Marino yang mengorganisir acara “Great American Bike Race” pada tahun 1982. Sebelumnya, di tahun 1980 ia sudah menjalani lintasan dari pantai barat hingga pantai timur Amerika Serikat. Di tahun 1982, hanya empat orang kompetitor yang berlomba termasuk John Marino sendiri. Di lomba perdana ini, Lon Haldeman berhasil meraih waktu 9 hari 20 jam dan 2 menit untuk menjuarai Great American Bike Race yang berjarak 4.777 kilometer. John Marino sendiri finish terakhir dalam lomba ini


Di kemudian hari balapan ini semakin popular hingga stasiun televisi ABC menyiarkannya dalam acara Wide World of Sports mulai 1986. Untuk menambah partisipan, memasukkan unsur strategi dan teknologi, di tahun 1989 mulai dilombakan kategori tim. Selain itu kategori Human Powered Vehicle (HPV) juga dilombakan untuk menguji batas kemampuan kendaraan bertenaga manusia.

Beratnya lomba yang dinaungi oleh Ultramarathon Cycling Association (UMCA) ternyata tidak menyurutkan animo peserta. Tercatat 48 pebalap dan 51 tim kompetitor berlomba di tahun 2014 yang dimulai 10 Juni untuk perorangan dan 14 Juni untuk kategori tim.

Pippa Middleton saat memulai perjalanan RAAM 5.000 kilometer (foto: Mother Nature Network)
Di antara peserta terdapat kakak beradik Pippa dan James Middleton yang bertanding untuk tim Michael Matthew Foundation dalam kategori tim 8 orang. Pippa dan James adalah adik dari Kate Middleton, istri pangeran Williams dari Inggris. Nama tim mereka diambil dari pendaki Inggris yang tewas saat menuruni Gunung Everest setelah mencapai puncaknya. Michael Matthew Foundation bertujuan mengumpulkan dana untuk memberikan pendidikan bagi anak kurang mampu di seluruh dunia. Mereka finish di urutan 5 dengan waktu 6 hari 10 jam dan 54 menit pada dini hari jam 2:39 tanggal 21 Juni 2014.

Tim Legend of the Road yang diperkuat pebalap superbike, Ben Bostrom (foto: ESPN)
Selebritas lain yang mengikuti RAAM adalah pebalap Superbike Ben Bostrom. Ia terdaftar dalam tim 4 orang “The Legends of the Road” bersama freestyler BMX Dave Mirra, freestyle motocrosser Micky Dymond, dan mantan pebalap profesional Dave Zabriskie. Mereka berhasil memenangkan lomba kategori 4 orang dengan waktu 5 hari 11 jam dan 41 menit.


(Goestarmono/dimuat di Back2boseh Pikiran Rakyat 13 Juli 2014)

Friday, July 11, 2014

Bob Haro

Bob Haro di tahun 1982 (foto: BMX Museum)
Pesepeda di Indonesia mungkin sudah akrab dengan sepeda bermerk Haro. Sepeda yang merknya diambil dari nama pendirinya, Robert “Bob” Haro itu adalah salah satu pelopor sepeda BMX, terutama untuk jenis freestyle. Namun tidak banyak yang tahu bahwa Bob Haro telah menjual perusahaannya tersebut dan beralih ke bisnis lainnya, termasuk mendirikan perusahaan sepeda dengan merk lain.

Bob Haro lahir di Pasadena, California, 29 Juni 1958. Besar di San Diego, keterlibatannya dalam BMX dimulai saat ia kehabisan uang untuk mengikuti balapan motocross. Sebagai pebalap motocross sebenarnya karirnya cukup baik. Hingga tahun 1975 ia telah mendapat 50 piala lomba motocross. Di tahun 1976, Bob pindah ke Stockton, Arizona karena perceraian orang tuanya. Di sana ia mulai membalap untuk Molina’s Bike Shop. Selain membalap ia juga kerap melakukan beberapa trik BMX, sesuatu yang belum umum dilakukan saat itu.

Jiwa bisnis Bob terlihat di tahun berikutnya, saat ia mulai menjual plat nomor start untuk balap BMX. Diberi label “Haro Factory Number Plate”, ini adalah cikal bakal Haro Bikes yang akhirnya menelurkan produk sepeda Haro Freestyler di tahun 1982.

Bob Haro
Selain memulai bisnis sepeda, ia juga membuat kartun untuk berbagai majalah BMX dan motocross hingga akhirnya ia menjadi ilustrator tetap di majalah BMX Action. Di majalah inilah ia bertemu RL Osborn, anak Bob Osborn, pemilik penerbit majalah tersebut yang juga pesepeda BMX.

Bersama RL Osborn ia mendirikan BMX Action Trick Team dengan debut awal di ABA Winternational 1978 di Chandler, Arizona. Tim ini juga telah menanam akar bagi disiplin sepeda BMX Flatland, dan bersama pemain skateboard mulai menggunakan kolam renang yang dikeringkan akibat krisis ekonomi Amerika Serikat, yang di kemudian hari berevolusi menjadi BMX Vert.
Bob Haro (foto: Julian Castaldi)

Tahun 1988, Bob menjual Haro Bikes walau tetap menjadi konsultan teknis di perusahaan tersebut hingga tahun 1993. Saat itu ia memutuskan untuk berkonsentrasi pada bisnis desain dan manajemen merknya. Hasil karya desain Bob terlihat di beberapa merk ternama seperti Oakley, JT Racing, dan Redline.

Saat BMX mulai dipertandingkan di olimpiade tahun 2008, Bob terlibat mendesain logo, desain, dan pakaian pebalap BMX untuk tim Amerika Serikat. Pada Olimpiade 2012, ia membantu Danny Boyle (sutradara “Slumdog Millionaire”, “28 Days Later”, “The Beach”, dan “Trainspotting”) mendesain koreografi untuk pembukaan Olimpiade.

Ia juga bekerja sama dengan Red Bull membuat Red Bull Revolution sebuah invitasi balap BMX yang diselenggarakan di Berlin, Jerman. Event ini menggunakan lintasan seperti balap BMX namun dengan rintangan yang lebih besar dan kecepatan yang lebih tinggi. Selain adu cepat, penghargaan juga diberikan kepada pebalap yang melakukan trik. Bob juga mendirikan pabrikan sepeda BMX baru, Ikonix.


(Goestarmono/dimuat di Back2boseh Pikiran Rakyat 29 Juni 2014)




Tuesday, July 8, 2014

C2AM Challenge, Bukan Sepeda Santai Biasa

Peserta C2AM Challenge #5. Photo oleh Suhadi Haryanto
Tidak banyak event yang berulang dalam waktu yang cukup lama. Salah satunya adalah Cycling Community All Mountain (C2AM) Challenge. Event ini diselenggarakan untuk kali ke lima, Minggu (15/6/2014) lalu.

Apa yang ditawarkan  Ride Bike Project sebagai panitia sehingga bisa bisa sukses menyelenggarakan C2AM Challenge hingga 5 kali? C2AM Challenge adalah sebuah adventure ride, bukan sebuah kompetisi, namun juga bukan sebuah acara sepeda santai.

Acara itu diikuti oleh sedikitnya 600 goweser yang datang dari berbagai wilayah di Jawa Barat, Jakarta, Surabaya, Bali, Makassar, Medan, bahkan Selandia Baru.

Dalam penyelenggaraan kali ini, lintasan yang dilalui sepanjang 12,5 kilometer dari Wates Cikole dan berakhir di Desa Cibeusi, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang. Lintasan yang dimulai dari dekat tugu perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang ini adalah lintasan yang baru dibangun. Berada di lahan milik PT. Perhutani, lintasan ini menyajikan tantangan tersendiri dengan permukaan tanah yang belum banyak tergerus roda kendaraan, lumpur yang bisa menutupi ban sepeda, serta tumpukan seresah yang membuat lintasan menjadi licin.

Selain dengan kondisi lintasan, tantangan juga hadir dari kondisi kontur lintasan yang dilalui. Tanjakan dan turunan bergantian menunggu untuk ditaklukkan peserta. Walaupun begitu, lintasan ini didominasi turunan karena titik finish di Cibeusi dengan elevasi 800 meter di atas permukaan laut (mdpl) lebih rendah dari titik start di Wates di ketinggian 1.500 mdpl. Turunan curam hingga 40,9% dan licinnya lintasan mensyaratkan kemampuan pengendalian dan sepeda yang prima. Sedikit kesalahan dari peserta, jurang yang menganga di beberapa tempat dapat mengambil korban.

Dilepas secara berkelompok, sekitar 500 orang peserta melalui lintasan yang ditentukan. Tidak ada batas waktu bagi peserta untuk menempuh lintasan tersebut. Selain untuk menikmati alam, resiko peserta juga akan meningkat saat kurang berhati-hati di lintasan yang sulit ini.

Dalam perjalanan, selain lintasan itu sendiri, ada beberapa titik yang menarik dilewati peserta. Warung dengan pengrajin lahang, minuman yang dibuat dari nira membuat peserta menghentikan sejenak sepedanya untuk menikmati lahang dan sedikit mengisi perut. Titik yang menarik lainnya adalah air terjun Cisarua yang juga banyak menarik peserta untuk mengambil foto.

Setelah acara ini, lintasan dapat dipergunakan untuk umum. Sedikit biaya dipungut kepada pengguna untuk kas pemeliharaan lintasan. Sayangnya ada satu hal yang menyulitkan saat melintasi lintasan ini. Lintasan yang masuk ke dalam hutan menyulitkan evakuasi saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Dengan makin meningkatnya kemampuan sepeda, teknik pengendalian sepeda pun perlu diasah di lintasan yang benar-benar dapat mengeluarkan potensi kemampuan sepeda gunung ini. Saat pesepeda gunung terintimidasi oleh suasana kompetitif di ajang kompetisi, namun kurang tertantang oleh acara sepeda santai biasa. Adventure ride seperti C2AM Challenge ini cocok untuk meningkatkan kemampuan bersepeda, dan mengeluarkan potensi sepeda gunung yang dimiliki.


(Goestarmono/Dimuat di Back2boseh Pikiran Rakyat 22 Juni 2014)

Tuesday, July 1, 2014

Seri 4 World Cup Downhill, Leogang, Austria

Setelah gagal pada seri yang diselenggarakan di negaranya, pebalap Inggris kembali merajai seri World Cup Downhill ke 4 yang diselenggarakan di Leogang, Austria. Namun bukan kakak beradik Atherton yang menjuarai event tersebut. Adalah Manon Carpenter (Madison Saracen) dan Josh Bryceland (Santa Cruz Syndicate) yang berhasil mempersembahkan puncak podium bagi Inggris.



Juara seri 4 World Cup Downhill, Manon Carpenter (foto: Fraser Britton)
Di bagian putri Manon Carpenter mendominasi seluruh seri lomba. Setelah berhasil mencatat waktu tercepat di babak kualifikasi, ia juga memenangkan babak final dengan waktu 3 menit 42,517 detik dan kecepatan tertinggi di speed trap dengan 46,129 kilometer per jam. Ia mengalahkan rekan senegaranya Rachel Atherton (GT Factory Racing) yang tertinggal 2,699 detik. Sementara itu pebalap Perancis, Myriam Nicole (Commençal/Riding Addiction) menduduki podium ketiga, tertinggal 4,028 detik. Dengan kemenangan ini Manon semakin kokoh berada di puncak klasemen World Cup di atas Emmeline Ragot (Perancis/Lapierre) yang pada lomba ini berada di posisi ke empat. Melengkapi podium adalah rekan senegara Manon dan Rachel, Tahnee Seagrave (FMD Racing).

Juara seri 4 Downhill World Cup, Josh Bryceland (foto: Bartek Wolinski)
Di bagian putra Josh Bryceland berhasil menyelesaikan lintasan sepanjang 2,49 kilometer dalam waktu 3 menit 18,749 detik. Ia berhasil finish lebih cepat 1,275 detik dari rekan setimnya, Greg Minaar (Afrika Selatan). Di tempat ketiga adalah pemenang seri Fort Williams, Troy Brosnan (Australia/Specialized Racing DH) dengan waktu 3:20,033.

Aaron Gwin menyelesaikan lomba tanpa ban belakang (foto: Flow Mountain Bike)
Pada babak kualifikasi, Josh Bryceland menempati posisi ketiga di bawah Loic Bruni (Perancis/Lapierre Gravity Republic) dan Aaron Gwin (Amerika Serikat/Specialized Racing DH). Saat Josh menyelesaikan lombanya, Loic dan Aaron masih bisa mengalahkan catatan waktu Josh. Gwin memperoleh kesempatan pertama, namun kempesnya ban Aaron saat awal lomba menggagalkan niatnya menjuarai seri ini. Namun mengingat posisinya yang sedang memuncaki klasemen membuatnya tetap melanjutkan lomba tanpa ban belakang dan finish dengan waktu 3:58,066 dan mendapat poin 3. Selanjutnya kesempatan beralih pada pencetak waktu tercepat pada kualifikasi, Loic Bruni. Kiprah Loic Bruni di babak final sempat membuat khawatir Josh Bryceland. Loic Bruni terbukti memang cepat, dengan mencetak waktu tercepat pada split 1 dan 2, waktu yang dicatat pada split tersebut berkisar 0,7 dan 0,5 detik lebih cepat dari waktu Josh Bryceland. Sayangnya kesalahan di bagian akhir membuatnya gagal mencetak waktu terbaik dan finish lebih lambat 6,554 detik dari Josh.

Setelah seri Leogang ini di bulan Agustus seri World Cup akan berlangsung di benua Amerika. Tanggal 2-3 Agustus seri World Cup akan diadakan di Mt. St. Anne, Kanada dan minggu depannya di Windham, Amerika Serikat, sebelum kembali ke Eropa untuk seri penutup di Meribel, Perancis, 23-24 Agustus.


(Gustar Mono)