Friday, March 24, 2017

Curug Batu Templek

Batu Templek atau Slate adalah salah satu bahan bangunan dekoratif yang banyak digunakan. Bahan tersebut didapat dengan cara ditambang. Beberapa lokasi penambangan batu templek berada di sekitaran Bandung, salah satunya ada di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.
Sesuai namanya, Curug Batu Templek sebelumnya adalah tempat penambangan batu templek. Bahkan konon penambangan masih dilakukan walau kegiatan wisata mulai mengurangi kegiatan penambangan.

Batu Templek sendiri adalah batuan metamorf dari sedimen lumpur. Bentuk lempeng atau templek terjadi akibat tekanan terjadinya beberapa pelapisan dan gesekan lempeng tektonik selama proses kejadiannya.

Dengan ketinggian 940 meter di atas permukaan laut, lokasi ini menyajikan tanjakan yang moderat dicapai dari kota Bandung yang berada sekitar 700 meter di atas permukaan laut. Dalam perjalanan ini, penulis mengajak istri dan dua anak perempuan sekalian mengenalkan kegiatan luar ruang. Perjalanan dilakukan dengan sebuah sepeda tandem yang dilengkapi dua kursi anak.

Salah satu objek yang dilalui dalam perjalanan menuju Curug Batu Templek adalah Taman Abdi Negara. Taman ini sebelumnya adalah TPA Pasir Impun yang berhenti beroperasi Februari 1999 dan menjadi tempat akhir timbunan sampah Kota Bandung selama 10 tahun. Bisa dibayangkan bahwa 20 tahun yang lalu suasana di Pasir Impun seperti Sarimukti di Bandung Barat saat ini dan sebentar lagi berpindah ke Legok Nangka di daerah Nagrek, dengan bersliwerannya truk sampah. Suatu hal yang tidak terbayangkan dengan banyaknya pemukiman pada saat ini.

Tanjakan harus dihadapi sejak kami berbelok dari jalan raya Ujungberung atau Jl. AH Nasution di dekat LP Sukamiskin. Pada umumnya tanjakan masih bisa dilalui dengan dikayuh walau dua kali sepeda terpaksa didorong. Jarak 4 kilometer dengan elevasi 238 meter tersebut kami tempuh dalam waktu satu jam.

Di tempat tujuan, kami beristirahat dan membiarkan anak-anak menjelajah daerah sekitar air terjun. Musim hujan membuat air terjun berwarna coklat membawa lumpur. Fasilitas di lokasi cukup memadai walau masih bisa ditingkatkan. Fasilitas seperti toilet mengandalkan warung lokal. Demikian pula tempat beristirahat berupa tempat duduk yang masih kurang pada saat pengunjung sedang ramai.

Tempat ini bisa direkomendasikan sebagai tujuan bersepeda yang cukup dekat dengan kota Bandung. Walau begitu lokasi yang tidak begitu luas membuat kekhawatiran terlalu banyaknya pengunjung yang mendatangi tempat ini bisa mengurangi pengalaman wisatawan menikmati Curug Batu Templek.


(Goestarmono)

Friday, March 17, 2017

Evolusi Sepeda Turing

Polygon Bend RIV
Kegiatan turing bersepeda bukanlah hal yang baru. Kegiatan ini sudah mulai dilakukan sejak awal sejarah sepeda. Kegiatan turing bersepeda mengalami pasang surut dengan puncak popularitas terakhir di tahun 1960 dan 1970-an sebelum populer kembali akhir-akhir ini. Kegiatan turing bersepeda kembali bergeliat seperti terlihat pada banyaknya kegiatan turing selain popularitas pelaku turing dan varian sepeda turing yang ditawarkan pabrikan.

Para ahli berkata saat ini adalah masa disruptif, banyak hal berubah, begitu pula dengan turing bersepeda. Di pertengahan dekade 2000-an, bermunculan kegiatan sepeda ultra-marathon dan gravel race. Event ultra marathon yang menempuh jarak ribuan kilometer seperti Tour Divide yang memotong Amerika Serikat dari utara ke selatan, Trans Am Bike Race, dan Transcontinental Race mengharuskan peserta membawa perbekalannya sendiri di luar yang bisa dibeli di sepanjang jalan.

Sepeda yang digunakan Mike Hall dalam Trans Am
Di sisi lain gravel race seperti Dirty Kanza menempuh jalan berkerikil sepanjang ratusan kilometer. Jalur lomba ini tidak melalui jalan raya dan panitia tidak memperbolehkan kendaraan pendukung peserta sehingga mereka harus mengatasi seluruh masalah yang terjadi.

Kedua jenis event ini membuat pola yang banyak ditiru peturing. Semakin banyak turing bersepeda dilakukan secara lebih cepat dan mengeksplorasi daerah di luar jalan raya yang biasa dilalui. Peralatan dan pola istirahat yang digunakan peserta lomba di atas menjadi acuan untuk meningkatkan jarak jelajah harian dalam turing. Kemajuan infrastruktur dan jaringan pendukung juga menjadi latar belakang berubahnya kegiatan turing bersepeda. Jarak antar sumber logistik seperti minimarket, cafe, warung, dan penginapan yang semakin dekat membuat perbekalan bisa dikurangi atau beralih ke peralatan yang lebih ringan. Banyak pula peturing yang sebelumnya menekuni genre lain familiar dengan kecepatan dan eksplorasi dengan melakukan turing dalam kecepatan lebih tinggi dan mengeksplorasi jalanan kelas dua, bahkan offroad.

Trek 920
Pabrikan pun membuat peralatan yang lebih ringan dan spesifik untuk kegiatan turing termasuk sepeda yang digunakan. Pabrikan sepeda pun merilis sepeda untuk turing dengan desain yang lebih kekar dengan rangka berbahan variatif, tidak lagi terbatas pada baja dan titanium, namun aluminum, bahkan serat karbon. Penggunaan dropbar seperti sepeda jalan raya dengan sedikit modifikasi berupa sudut yang membuka di bagian bawah efektif untuk menghindarkan pesepeda dari terpaan angin dengan tidak mengorbankan kemampuan off-road. Kaki sepeda turing pun menggunakan as thru axle yang kaku dan rem cakram yang lebih kuat. Desain rangka sepeda mengisolasi getaran akibat kecepatan dan medan kasar sehingga tidak terlalu mempengaruhi bawaan, baik dalam pannier atau tas bikepacking.

Rangka yang lebih kaku dan bobot yang lebih ringan tidak mengurangi kenyamanan sepeda turing generasi baru. Jika sepeda turing tradisional dikenal nyaman berkat fleksibilitas rangkanya, maka sepeda turing generasi baru mengisolasi getaran untuk mendapatkan keseimbangan antara performa dan kenyamanan.

Berpetualang ke tempat baru, berinteraksi dengan masyarakat yang berbeda, merasakan lingkungan dengan lebih seksama dibandingkan dengan moda transportasi lain adalah inti dari kegiatan turing bersepeda. Berubahnya lingkungan dan pendukung turing bersepeda membuat kegiatan turing bersepeda pun berubah. Tentu saja penggiat turing bersepeda diuntungkan dengan lebih banyak pilihan untuk melakukan kegiatan yang disukainya.


(Goestarmono, dimuat di Back2boseh Pikiran Rakyat, 12 Maret 2017)