Friday, October 17, 2014

Gravel Bike

Hampir semua pesepeda sepakat, sepeda balap adalah sepeda yang paling efisien untuk menempuh jarak yang jauh dalam kecepatan yang tinggi. Penggunaan komponen ringan dan aerodinamis membuat pebalap sepeda dapat mengembangkan kecepatan rata-rata yang cukup tinggi. Dalam ajang Tour de France misalnya, pebalap menyelesaikan lomba dalam kecepatan rata-rata 40 kilometer per jam untuk menyelesaikan jarak 3.644 kilometer yang dibagi dalam 21 etape, atau rata-rata 173 kilometer per hari.

Sayangnya sifat balap sepeda yang relatif mengadu kemampuan atlet dan bukan teknologi sepeda membuat sepeda balap harus diperlakukan khusus. Ban sepeda misalnya, dengan lebar hanya 23 milimeter membuatnya mudah kempes saat digunakan di jalan yang kurang mulus. Saat digunakan untuk lomba memang tidak terlalu mengganggu karena fisik pebalap yang relatif lebih baik sehingga mampu mengendalikan sepedanya menghindari buruknya jalan, atau meredam getaran dengan tangan dan kakinya. Kalaupun terjadi kempes ban, di belakang rombongan pebalap telah siap mobil pendukung dengan mekanik yang siap mengganti roda sepeda. Tapi hal itu tidak selalu didapatkan pesepeda biasa. Saat ban 23 milimeter kempes waktu bersepeda sendirian, perjuangan mengganti ban dalam dan memompa hingga 120 psi dengan mini pump toh harus dilakukan sendiri.

Sedikit titik cerah dari masalaha ini adalah ramainya event Gran Fondo di Amerika Serikat. Event yang berasal dari Italia ini membawa pesepeda melalui daerah dengan pemandangan indah (Gran Fondo). Event ini biasanya menempuh jarak hingga 100 mil (sekitar 160 kilometer) di kelas utamanya. Peserta event ini dilepas massal, tidak menutup jalan dari lalu lintas, menggunakan penghitung waktu elektronik dan menggunakan aid station sebagai pengganti mobil pendukung. Karena sifat lomba tersebut, pebalap harus mandiri menghadapi masalah yang terjadi di jalan.

Selain sifat lombanya, lintasan balap pun tidak semulus jalan yang digunakan lomba jenis Tour. Karena tidak menutup jalan dari lalu lintas, penyelenggara banyak menggunakan jaringan jalan yang tidak diaspal. Di Amerika Serikat ada dua juta kilometer jaringan jalan yang tidak diaspal. Contoh jalan yang biasa digunakan adalah fire road, jalan yang digunakan Dinas Kehutanan untuk inspeksi dan memadamkan kebakaran hutan.

Awalnya sepeda cyclocross adalah sepeda pilihan utama untuk mengikuti lomba Gran Fondo, seperti juga ditunjukkan oleh sepeda yang digunakan Dan Hughes dan Rebecca Rusch, pemenang Dirty Kanza 200, event lomba sejauh 320 kilometer melalui gravel di Kansas. Namun di pameran sepeda terkemuka seperti Eurobike dan Interbike, beberapa pabrikan akan meluncurkan sepeda yang dibuat untuk event ini. Sepeda seperti Giant Revolt, Specialized Diverge, dan GT Grade didesain untuk lomba jenis ini menyusul sepeda yang sudah lebih dulu menyasar jenis ini seperti Salsa Warbird dan Kona Rove.

Dengan bottom bracket yang lebih rendah, sepeda jenis ini lebih stabil daripada sepeda cyclocross. Perbedaan lainnya adalah ruang untuk ban yang lebih besar. Jalanan berkerikil yang dilalui membuat pebalap menggunakan ban yang lebih lebar, umumnya ukuran yang digunakan adalah 700x40. Perbedaan lainnya adalah rem yang lebih handal. Mulai meluasnya penggunaan rem cakram di lomba cyclocross dan sebentar lagi di balap jalan raya membuat gravel bike ditawarkan dengan menggunakan rem cakram. Rem cakram memungkinkan pengereman yang konsisten dan tetap bekerja saat roda mengalami masalah dengan jari-jari .

Memang belum ada event Gran Fondo atau event serupa di Indonesia, namun ada kegiatan yang dapat dilakukan dengan sepeda yang didesain untuk lomba ini. Banyak pesepeda yang belum berani menggunakan sepeda balap karena terintimidasi tipisnya ban yang digunakan sehingga belum menikmati efisiensi kayuhan sepeda balap. Gravel bike menyajikan efisiensi yang mendekati sepeda balap dengan kehandalan lebih baik dari ban yang lebih lebar dan rem cakram. Bonus lainnya adalah banyak pabrikan yang juga menyematkan dudukan untuk rak sehingga memungkinkan pemasangan pannier untuk membawa bawaan saat turing.


Dinamika sepeda dan aktifitasnya memang menarik. Tak kalah menariknya juga antisipasi pabrikan atas hal itu. Pada akhirnya pesepeda juga yang bisa menikmati inovasi pabrikan tersebut dan memulai inovasi baru untuk aktifitas lain

(Goestarmono, dimuat di Back2boseh Pikiran Rakyat 12 Oktober 2014)

Friday, October 3, 2014

Bersepedalah Sejak Dini

Masa kanak-kanak adalah masa paling penting untuk perkembangan anak-anak. Saat ini adalah saat terbaik untuk mengajarkan kebiasaan baik, salah satunya adalah kegiatan bersepeda.

Kapan sebenarnya anak-anak dapat mulai belajar bersepeda? Bersepeda dapat mulai diajarkan kepada balita pada umur 2 tahun dengan menggunakan sepeda tanpa pedal atau disebut push bike. Dengan sepeda ini, balita dapat belajar menyeimbangkan badannya di atas dua roda tanpa dibebani dengan gerakan mengayuh. 

Saat balita bisa berjalan atau berlari, gerakan itu sudah akrab dengan balita tersebut, dan dapat digunakan untuk menggerakkan sepeda. Dan saat sepeda sudah bergerak, balita dapat meluncur dengan bebas dan mempelajari keseimbangan di atas dua roda.

Gerakan meluncur ini masih terpakai hingga dewasa dalam bentuk bersepeda di turunan, bersepeda BMX di arena, atau kegiatan bersepeda lain yang belum memerlukan gerakan mengayuh. Setelah anak menguasai pushbike, barulah anak dapat beralih mempelajari gerakan mengayuh pedal untuk menggerakkan sepedanya.

Pada umur di bawah lima tahun anak mulai mempelajari hal-hal yang penting untuk masa yang akan datang. Anak mulai menyerap kemampuan motorik kasar sebelum umur dua tahun. Setelah itu balita belajar bersosialisasi dan mulai berteman. Bersepeda memberikan anak kesempatan untuk melakukan kegiatan positif, serta bersosialisasi dengan teman sebayanya.

Dengan kondisi lingkungan saat ini sangat sulit bagi orang tua untuk mengajarkan bersepeda bagi anak-anaknya. Padatnya arus lalu lintas bahkan hingga jalan perumahan membuat para orang tua berpikir dua kali untuk membiarkan anaknya bersepeda sendiri. Selain padatnya lalu lintas, umur pakai sepeda anak yang relatif pendek juga membuat orang tua malas untuk membelikan sepeda sesuai umur dan ukuran badan anaknya. Padahal sepeda yang terlalu besar (atau terlalu kecil) akan menyulitkan anak belajar bersepeda.

Kendala itu tentu saja harus dicari solusinya. Tempat belajar bersepeda yang aman harus tersedia di lingkungan kota. Taman di perumahan, taman kota, hingga taman komersial di tempat rekreasi bisa menjadi alternatif tempat belajar bersepeda untuk anak.

Bersepeda adalah kegiatan positif untuk anak. Dengan bersepeda anak dapat belajar bersosialisasi, disiplin, dan ketaatan terhadap aturan. Saat anak belajar bersepeda di tempat umum, ia bisa belajar bersosialisasi dengan teman sebayanya dan bersepeda bersama. Saat itu juga ia bisa mendapatkan teman baru dari lingkungan dan kalangan yang berbeda.

Ajari Taat Aturan

Setelah anak mahir bersepeda, ia dapat belajar disiplin dan ketaatan terhadap aturan berlalu lintas. Saat itu juga ia akan belajar mengenai penyelesaian masalah (problem solving) saat terjadi masalah dengan sepedanya atau tempat tujuan yang diinginkannya.

Tugas orang tua adalah memastikan anak belajar bersepeda secara aman dan dalam suasana menyenangkan. Pastikan sepeda yang digunakan tidak membahayakan anak. Tutup komponen sepeda yang tajam dan menonjol seperti ujung as roda dan stang sehingga tidak dapat melukai anak. Stel sepeda sehingga nyaman digunakan anak, misalnya dengan menaikkan atau menurunkan seatpost.

Semangati anak untuk tetap belajar sepeda. Kunci keberhasilan anak dalam belajar bersepeda adalah suasana yang menyenangkan. Terkadang orang tua harus lebih sabar dalam menjaga suasana hati anak untuk tetap belajar bersepeda, atau menahan keinginan untuk memaksa anak untuk belajar sepeda, namun belajar bersepeda saat suasana hati anak sedang tidak baik mungkin saja tidak akan berhasil mendorong anak untuk bersepeda.

Saat anak sudah bersepeda, ini adalah berkah yang dapat membuat semangat orang tua untuk juga bersepeda meningkat. Lagi pula, bukankah lebih nikmat jika kita dapat bersepeda tanpa meninggalkan keluarga?


(Goestarmono, dimuat di Back2boseh Pikiran Rakyat 21 September 2014)