Friday, August 21, 2015

Formula E, Balap Mobil Ramah Lingkungan

Formula E
Penggemar olahraga bermotor sudah tidak asing dengan nama Alain Prost, Nick Heidfeld, dan Michael Andretti. Selain nama-nama tokoh itu juga, nama perusahaan seperti Renault, Williams, dan McLaren juga sudah tak asing lagi. Nama-nama itu biasanya terlibat dalam balap mobil terutama Formula 1. Ajang jet darat dengan mesin meraung itu telah membesarkan nama mereka.

Tapi ada yang berbeda di musim balap 2014-2015 ini. Di musim yang baru berakhir 28 Juni 2015 lalu, nama-nama itu terlibat dalam kompetisi balap mobil ini jenis baru, Formula E. Berbeda dengan Formula 1, Formula E adalah balapan mobil yang digerakkan dengan listrik. Raungan mesin pembakaran internal digantikan dengan bunyi motor listrik yang lebih senyap. Minimnya kebisingan membuat balapan ini dapat diselenggarakan di kota, dekat dengan pemukiman penduduk.

Saat ini Formula 1 memang sedang mengalami masalah dengan berkurangnya penonton. Jauhnya sirkuit dari kota menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu juga kemacetan dan mahalnya harga bahan bakar membuat generasi muda kurang melihat kaitan antara Formula 1 dan kehidupan sehari-hari mereka.

Berbeda dengan Formula 1, kebisingan motor listrik Formula E hanya 80 desibel, sedikit lebih bising dari mobil biasa, dan jauh lebih senyap dari suara mesin Formula 1 yang bisa mencapai 150 desibel. Kebisingan yang rendah ini membuat Formula E bisa diselenggarakan di kota, dekat dengan pemukiman penduduk.

Di musim pertamanya, Formula E menggunakan sirkuit kota di seluruh serinya, dari mulai Beijing, Buenos Aires, Monte Carlo, hingga London. Bahkan negara tetangga, Malaysia mengadakan satu seri di ibukota negara, Putrajaya. Diadakannya lomba di dalam kota menarik warga karena tidak membuang waktu banyak untuk pergi ke sirkuit untuk menonton balapan.

Di musim pertamanya Formula E menggunakan mobil balap yang dibangun oleh Spark. Mobil ini menggunakan sasis yang didesain Dallara, motor listrik McLaren, baterai Williams, transmisi lima percepatan dari Hewland, dan ban dari Michelin. Untuk mengisi daya baterai digunakan generator yang berbahan bakar gliserin. Setelah sukses dengan musim pertamanya, di musim kedua, Formula E membuka peluang tim untuk mengembangkan beberapa komponen sendiri, seperti motor listrik, inverter, girboks, dan sistem pendingin.

Keterlibatan tim balap dengan dana riset raksasa ini tentu mendorong kemajuan teknologi yang dapat digunakan untuk transportasi ramah lingkungan. Saat ini, keterbatasan teknologi, terutama pada baterai masih menghambat penggunaan kendaraan listrik secara massal.

Keterbatasan ini juga dialami mobil Formula E. Keterbatasan baterai membuat pembalap Formula E mengganti mobilnya saat melakukan pit stop. Saat ini teknologi isi ulang baterai masih belum cukup cepat untuk keperluan lomba, sementara untuk melakukan penggantian baterai dengan daya 28 kWh berbahaya jika dilakukan dengan terburu-buru. Penggantian mobil belum tentu berdampak buruk bagi Formula E, beberapa penggemar ternyata menyukai penggantian mobil dalam lomba Formula E.

Isu pemanasan global dan menipisnya cadangan minyak bumi memaksa kita untuk memikirkan opsi lain dari transportasi yang kita gunakan. Formula E dengan dukungan penelitian dan tim yang ikut serta bisa menjadi lokomotif pengembangan hal itu.


(Goestarmono, dimuat di Greeners.co, 6 Juli 2015)

No comments:

Post a Comment