Friday, September 26, 2014

Perjalanan 1.350 Kilometer untuk Lestarikan Lingkungan

Tanggal 23 Agustus hingga 7 September lalu, Greeners menyelenggrakan turing bersepeda dari Jakarta menuju Denpasar, Bali. Turing berjarak kurang lebih 1.350 kilometer ini sengaja diadakan sebagai perayaan ulang tahun yang ke 9 Greeners. Angka 9 pula yang mendasari jumlah pesepeda dan jumlah kota di mana tim melakukan temu komunitas dan dialog lingkungan.

9 pesepeda melakukan turing dengan mobil pendukung (supported touring). Mereka adalah perwakilan dari Bike to Campus, Greeners, dan perwakilan sponsor perjalanan. Tim juga dibantu seorang pendukung, Cucu Hambali (Kang Cuham) yang bertugas membantu tim dari dalam mobil, dan terkadang ikut bersepeda menggantikan tim yang melakukan tugas tertentu.

Penanaman pohon di Jombang
Perjalanan yang didukung Deputi VI bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Kementrian Lingkungan Hidup ini juga mencakup pertemuan dengan komunitas sepeda dan lingkungan di beberapa kota yang dilalui. Di luar 9 kota tersebut, tim bermalam di Wangon, Purwodadi, Gilimanuk, dan Tabanan sesuai rencana perjalanan untuk keperluan istirahat.

Perjalanan dimulai dengan “pemanasan” melahap jalur Puncak pada hari Sabtu. Kombinasi kemacetan dan tanjakan berhasil menguras fisik tim, mengakibatkan Pacet sebagai tempat tujuan baru bisa dicapai pada malam hari.  Semakin hari melakukan perjalanan, ternyata kemacetan masih mewarnai perjalanan hingga Jawa Tengah bagian barat. Di wilayah Puncak ini pertemuan dengan Komunitas Hulu Ciliwung mengungkap perlunya pemetaan yang jelas terhadap tata ruang kawasan Puncak.

Lumpur Lapindo
Hari-hari berikutnya perjalanan masih diwarnai kemacetan dan tanjakan, walau tanjakan yang dihadapi tidak seberat etape pertama, namun kontur perbukitan Jawa Barat masih menyisakan beberapa tanjakan seperti di Citatah, Cicalengka, Malangbong, dan Lumbir di Jawa Tengah.

Kemacetan yang dihadapi bertambah akibat rusaknya jembatan Comal di jalur utara menyebabkan berpindahnya jalur perjalanan truk pengangkut berukuran besar dari jalur utara ke jalur selatan yang dilalui tim. Fakta ini kami dapat saat kami berdiskusi dengan komunitas sepeda di Tasikmalaya di Gedung Telkom yang difasilitasi Telkom Cycling Club (TCC) dan dihadiri 6 komunitas sepeda lainnya. Selain belum berfungsi penuhnya jembatan Comal, kelangkaan BBM yang juga terjadi menyebabkan SPBU sepanjang jalur Jawa Tengah bagian barat hingga Yogyakarta menjadi titik pusat kemacetan baru yang harus kami hadapi.

TN Baluran
Kemacetan itu sedikit berkurang saat tim membelokkan perjalanan menuju jalur Daendels mendekati pantai selatan Jawa Tengah. Namun hilangnya kemacetan itu harus dibayar dengan angin yang cukup kencang, walau tidak sekencang yang diantisipasi sebelumnya. Perjalanan pun masih dilalui dengan kecepatan rendah, dengan jarak 120 kilometer, perjalanan Wangon – Purwodadi diselesaikan tim sekitar pukul delapan malam. Hampir sama dengan saat kami melakukan etape pertama dengan lintasan yang menanjak dan macet.
Kecepatan baru meningkat pada etape pendek Purwodadi – Yogyakarta dan setelah istirahat satu hari penuh di Yogyakarta. Tanjakan yang sudah sedikit kami jumpai, kemacetan yang mulai menghilang, dan fisik yang sempat beristirahat menyebabkan kami dapat meningkatkan kecepatan, walau belum optimal untuk turing dan pendataan masalah lingkungan. Kurangnya persiapan fisik dan kerjasama tim menjadi penyebab kecepatan tidak optimal sepanjang perjalanan turing ini.

Dalam perjalanan ini pula, kami mendapati kenyataan semakin ke timur, penataan dan kebersihan kota semakin membaik. Sepertinya pemerintah kota di Jawa Barat dapat berkaca pada kota-kota di belahan timur pulau Jawa dan di pulau Bali.

Beberapa obyek juga menjadi target kunjungan tim. Lokasi semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo adalah salah satunya. Tidak tuntasnya penyelesaian masalah, serta matinya kehidupan warga sekitar menyebabkan tim rela membelokkan perjalanan untuk mengunjungi bendung yang baru-baru ini gagal membendung naiknya permukaan lumpur.

Obyek lainnya adalah Taman Nasional Baluran. Habitat 444 jenis tanaman, 26 jenis mamalia, 155 jenis burung termasuk binatang dilindungi seperti Banteng, Macan Tutul, Kucing Bakau, dan Burung Merak ini juga menghangat akibat adanya rencana pembangunan smelter nikel PT. Situbondo Metallindo di dekat lokasi tersebut. Beberapa hari sebelum tim melalui TN. Baluran, Pro Fauna mengadakan aksi di tempat itu untuk menentang rencana pembangunan smelter tersebut.

Perjalanan kami berakhir di pulau Bali. Di pulau Dewata ini, Suriadi Darmoko, pegiat Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) memaparkan potensi kerusakan yang akan terjadi jika reklamasi teluk Benoa dilakukan kepada tim Greeners dan komunitas sepeda di Bali.

Selain isu aktual tersebut, tim juga mengkampanyekan pengurangan ketergantungan pada bahan bakar minyak. Panjangnya antrian di SPBU saat perjalanan seakan mengingatkan sebuah kalimat yang selalu diucapkan pada setiap temu komunitas. “Jika 1.350 kilometer dapat ditempuh dengan sepeda, tentu saja jarak yang lebih dekat seperti ke warung, kantor, kampus, atau sekolah dapat juga dilakukan tanpa kendaraan bermotor”

(Goestarmono, dimuat di Back2boseh Pikiran Rakyat, 14 September 2014)



No comments:

Post a Comment